jika aku jadi dia




Tanggal 10 Desember 2021 Indonesia dikejutkan oleh berita tentang 12 santriwati diperkosa oleh gurunya sendiri.
Semua orang pastinya kaget, marah, dan kesal dengan kejadian tersebut, bahkan sampai sekarang pun masih bertanya - tanya kok bisa ada manusia sebejat ini? Kok bisa ada manusia sebiadab ini? kok bisa ada manusia setidak waras ini?

Bagaimana bisa seseorang tega melakukan tindakan pemerkosaan pada belasan anak dengan rata - rara usianya 13 tahun. Menurut Liputan6, saat ini dua di antara para korban yang sedang mengandung, telah lahir sembilan orang anak, bahkan seorang korban telah dua kali melahirkan anak. Anak-anak yang dilahirkan oleh para korban diakui sebagai anak yatim piatu dan dijadikan alat oleh pelaku untuk meminta dana kepada sejumlah pihak. Tidak hanya itu para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan untuk membangun pagar di pesantren tersebut. Tindakan bejat ini sudah terjadi sejak tahun 2016 hingga 2021.

Miris, yang mana seharusnya pendidik sebagai orang yang dapat mencerdaskan moral dan akhlak peserta didiknya, tapi malah pendidiknya yang tidak bermoral dan tidak berakhlak. Kita semua pastinya paham betul bahwa tindakan pemerkosaan terhadap anak - anak tersebut adalah tindakan kriminal yang patut dihukum seberat - beratnya.

Tapi ada satu hal yang membuat ku sedih, amat sangat disayangkan bahwa ada sebagian orang dengan pemikiran judgemental terhadap para korban, yang mana seharusnya dapat berempat terhadap keadaan korban tapi malah lebih berfokus pada apa yang seharusnya korban lakukan. Alih-alih menanyakan keadaan korban, apa yang mereka rasakan sekarang dan semacamnya ada sebagian orang yang malah berargumen seperti:

"Kenapa ngga dari dulu lapornya, selama 5 tahun itu kok gak pernah lapor, kok anak - anak ini gak pernah ngomong sih ke orang tuanya, saya kalau jadi mereka saya gak bakal diem aja pasti saya udah lapor, saya kalau jadi mereka pasti bakal berontak."  hadeh...

Mungkin ada sebagian orang yang tidak tahu bahwa realitanya tidak semudah apa yang terpikirkan, karena faktanya tidak ada yang tau respon seseorang terhadap sesuatu itu bagaimana. 
Orang - orang ini seakan meremehkan tindakan korban saat korban dilecehkan, dan apakah benar mereka akan berperilaku demikian saat mereka ada pada situs tersebut? Apakah mereka akan langsung melapor, langsung reaktif, langsung bertindak seperti yang merekan katakan ketika mereka mengalami kejadian - kejadian tersebut?

Karena sering kali ketika berbicara tentang pelecehan seksual, misalnya kita akan menempatkan situasi kita sedang mengalami pelecehan tersebut pikiran kita akan "gila pasti saya marah banget, saya pasti berapi - api" tapi terkadang kita lupa bahwa kita akan dilanda rasa takut. 
Pelecehan seksual itu persoalan intimidasi, soal pelaku yang mengintimidasi korbannya secara seksual dan dalam situasi intimidasi tersebut ada ketimpangan kuasa, ketimpangan power di mana korban akan merasa takut.

Dan biasanya bila seseorang berada di situasi yang menakutkan tidak banyak orang yang bisa langsung reaktif, pasti kebanyakan diam, shock, ngga tau harus ngapain, bingung, kaku dan sebaginya.
Makanya agak heran, ketika ada orang yang mempertanyakan bahkan meragukan legitimasi pelecehan seksual yang terjadi kepada seseorang ketika korban akhirnya memutuskan untuk melapor setelah sekian lama.

Studi yang dilakukan oleh beberapa peneliti menyebutkan bahwa di skenario pelecehan seksual yang secara hipotesis, biasanya orang - orang akan melaporkan atau bahkan mengkonfrontasi pelaku. Tapi pada kenyataannya berbeda, korban pelecehan seksual jarang ada yang reaktif, jarang ada yang langsung lapor, dan jarang ada yang berani untuk mengkonfrotasi.

Sebenarnya persoalan ini sangat manusiawi, karena kalau berbicara tentang kita yang bisa menjadi judgemental atau salah paham terhadap situasi orang lain, terhadap reaksi orang lain, atau keputusan orang lain itu karena kita cenderung untuk memproyeksikan apa yang kita pikirkan dan apa yang kita rasakan ke orang lain, padalah semua itu personal.
Dan ketidak sadaran atas eksistensi dari faktor personal yang bikin kita sulit untuk berempati kepada orang lain, kita jadi suka meremehkan perilaku orang lain, kita gampang bilang "kalau aku sih gak mungkin kaya gitu ke orang lain". Ibaratnya jangankan untuk ke orang lain, kita saja masih kadang salah mempredeksi bagaimana kita akan berlaku di momen - momen tertentu. Bagaimana kita akan bertingkah laku ketika kita sedang takut, sedih, atau marah.

Namun bagaimanapun juga tindakan judgemental terhadap korban pelecehan seksual itu salah, yang mana seharusnya kita bisa memvalidasi apa yang mereka rasakan bukannya malah mempertanyakannya. Korban yang dirugikan, korban juga yang di sudutkan, kan sakit.

^_________^

Judgemental : Perilaku yang selalu berkomentar tentang segala hal, dan ingin orang lain tahu bagaimana pendapatnya. Ketika ada opini yang berbeda, ia bisa marah, dan yang semula obrolan ringan bisa berubah jadi ajang debat kusir. Orang yang punya sifat suka menghakimi, hobi sekali mengkritik orang lain.

Empati : kemampuan untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif orang lain.

Intimidasi : Perilaku yang akan menyebabkan seseorang yang pada umumnya akan merasakan takut cedera atau berbahaya.

Legitimasi : Adalah penerimaan dan pengakuan atas kewenangan yang diberikan oleh masyarakat kepada pimpinan yang telah diberikan kekuasaan. Sumber legitimasi telah berubah dari sudut pandang kekuatan fisik dan militer menjadi dukungan dari masyarakat secara masif. 

Studi : Adalah pembelajaran, kajian ilmiah

Hipotesis : atau anggapan dasar adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Dugaan jawaban tersebut merupakan kebenaran yang sifatnya sementara, yang akan diuji kebenarannya dengan data yang dikumpulkan melalui penelitian. 

Konfrontasi : sebuah konflik antara dua belah pihak.

Memproyeksikan di KBBI adalah : memberikan gambar suatu benda yang dibuat rata (mendatar) atau berupa garis-garis pada bidang datar

Personal : Adalah perseorangan yang bertindak untuk diri sendiri yang berkaitan dengan pembuktian kompetensi.

Eksistensi : Berasal dari kata bahasa latin existere yang artinya muncul, ada, timbul, memiliki keberadaan aktual. Existere disusun dari ex yang artinya keluar dan sistere yang artinya tampil atau muncul.

Faktor personal : Adalah sesuatu/aspek yang melekat pada diri seorang individu yang mempengaruhi perilakunya.

Validasi : adalah pengesahan atau pengujian kebenaran atas sesuatu


Sumber:

Sulitnya mengerti perilaku seseorang | Beropini eps.51





0 Comentarios